Perpisahan Raga
Hari ini sungguh terasa aneh untuk saya, dulunya setiap aku
melangkahkan kakiku kearah tempat tujuan, saya selalu ditemani oleh sang kakak.
Panggilan untuk dia. Kini telah berubah. Segala sesuatu yang saya lakukan kini
terasa ganjil. Dulunya ketika saya bangun pagi, saya tak lupa membuat segelas teh
hangat, namun sekarang dan hari ini the hangat itu bukan lagi untuk dia namun
untuk saya seorang diri.
Tepatnya jam 2.00 p.m, kakakku sedang berbaring di depan TV,
aku sudah memanggilnya untuk nonton di dalam kamar, namun dia menolak, ketika
aku mengajaknya dia malah menjawab, duluan saja de’. Andai saya tahu malam itu
malam yang terakhir untuk dia menemaniku di malam yang penuh keringat ini, aku
akan menemaninya tidur di depan TV. Aku tak
peduli rasa letih itu.
Namun, itu hanya untaian penyesalan untukku. Sepucuk surat untuk kakakku, Dulu,
hari ini, dan hari yang akan datang akan kutunggu kamu kembali menemaniku di
dalam tidurku, aku tak peduli walau hanya sebatas mimpi, aku tak peduli walau
hanya sebatas khayalan belaka.
Sosok dia masih teringat jelas dalam ingatanku, dia begitu
tinggi menjulang, putih, dan pembawaan yang diam tanpa kata namun satu kata
keluar dari mulutnya memiliki beribu makna. Aku masih ingat betul sosok itu.
Aku ingin bersamanya 1000 tahun lagi.
Minggu pukul 3.00 p.m. tepatnya kick off Real Madrid Vs
Sevilla, suara yang keras yang tadi itu mulai menghilang, tiap kali C.Ronaldo
melepaskan shooting ke gawang sevilla, pasti kakakku berteriak. Sekitar 10 kali
dia berteriak, namun tiba-tiba teriakan-nya mulai menggendor dan lenyap, aku pikir
dia sudah ke-alam kapok-nya, sehingga aku berusaha untuk menuju alam kapok-ku
dengan harapan aku bertemu dalam mimpi.
Dalam mimpi aku bertemu dengannya, dia menjamai tanganku lalu
menarik badan-ku dan memeluk erat tubuhku sambil dia berbisik our love will find in our dreams?, lalu
dia melepaskan-ku dan men-dorong-ku hingga aku menjauh darinya, hingga aku
terbangun dari tidur-ku.
Pukul 5.00 p.m. Aku terbangun dari tidur-ku dari mimpi yang
panjang, aku langsung menoleh ke samping, aku heran, sangat jarang kakakku
membiarkan aku tidur sendiri di kamar. Aku mencari ke ruang keluarga. Ternyata dia
ketiduran di ruang keluarga, aku cuma menggeleng kepala. Mas, mas, mas kok tidur di
luar sih, Suara hati saya. Kasihan melihat dia kedinginan di depan TV, aku
mengambil sebuah selimut yang selalu kami pakai berdua, dan aku pun menemaninya tidur di ruangan
tersebut.
Sekitar sejam berlalu, aku merasakan hal aneh. Dia
tidak pernah menggoyangkan badannya dan hembusan nafas-nya tak terdengar. Aku pun merasa tak
nyaman di sampingnya. Aku mengguncang tubuhnya, lebih keras, lebih keras lagi
dan tidak ada respon untuk bergerak. Aku mulai gelisah, dan pada akhirnya aku
berteriak histeris dan menangis.
Komentar
Posting Komentar