Berawal di Bulan Oktober 1997

Malam ini malam yang panjang untuk saya untuk meluapkan segala keluh kesah dalam hidupku. alunan musik klasik yang dimainkan oleh shabat saya, serta suara burung yang berkicau dipepohonan menjadikan sumber inspirasi saya menulis cerita ini, meskipun ngadat, tdk jelas dan berantakan, saya dengan penuh percaya diri menuangkan buah pikiran saya di dunia ini. kecil harapan saya untuk teman-teman membaca tulisan ini.

Berawal dari bulan oktober 1997. Aku masih berusia 6 tahun, sangat jarang orang tua merelakan anaknya untuk pisah dengannya di usia itu, banyak konsekuensi yang ia akan pertimbangkan sebelum dia merelakan anaknya untuk hidup berjauhan dengannya. Aku dan orang tuaku salah satu dari keluarga yang menganut prinsip itu. lebih keren-nya untuk istilah itu adalah MANDIRI. 

Bulan oktober momen yang paling indah dan sangat menyakitkan buat anak yang baru berusia 6 tahun merantau ke kampung kalong. sangat sedih terasa, dada terasa nyesak dan sulit untuk menarik nafas, air mata menetas bagaikan air yang memadat diujung kerang yang rusak. muldi namanya anak itu. Muldi melangkah dan berjalan seorang diri yang disertai air mata. bukan rasa sedih yang muncul, bukan rasa haru yang muncul, namun rasa bangga yang menyertai dirinya. Ibu begitu tegar melihat langkah kaki dan badan tegak anaknya menuju tempat perantauan.

4 jam perjalanan menuju kota itu, hanya suara mesin yang ia dengar dan ia sesekali meludah melemparkan kepalnya keluar jendela. Rasa laparpun mulai terasa bagi Muldi. Ibu' Tiba-tiba muldi mengingat ibunya, syukur, ibu muldi memasukkan sebungkus roti untuk-nya kedalam tas ransel yang ia pakai, ia mulai membuka tasnya dan mencari-cari sebungkus roti itu. 

Rasa lapar sudah menghilang. Muldi kembali menikmati perjalanannya ke kota itu. sungguh ia menikmati perjalanan itu, sesekali ia menangis, sesekali ia tertawa. Rasyidah, Nama yang tak asing bagi muldi, nama yang paling ia sayangi, nama yang telah membuat muldi hidup dan ada, ia cuman bisa berdoa semoga muldi aman dalam perjalanan menuju kota itu. ibu itu sesekali meneteskan air matanya, namun sejujurnya ibu itu bangga telah memiliki muldi.

Rp 11000 diberikan Rasyidah ke anaknya sebagai bekal dan biaya transport ke kota itu malah ia menolaknya, dia malah meminta ibunya untuk menyimpan uang itu untuk adik2nya yang terlahir kembar. Bu' uang yang Rp 11000 itu, ibu simpan saja untuk adik-adikku', saya masih punya tabungan bu' dan cukup untuk biaya transport ke kota kalong. Tapi nak' itu kan uang tabungan kamu yang selama ini kamu tabung demi membeli sebuah sepeda, Tak apa bu', sepeda jauh tidak berarti ketimbang kondisi kesehatan adik-adikku kelak. Rasyidah tak dapat menahan air matanya, betapa terharunya ia kepada anaknya.

10.00-2.00, Ia sampai ditempat tujuannya, keluarga yang selama ini ia belum pernah lihat menyambutnya dengan senang. Alhamdulillah, lettu'no embo' (bhs bugis). ia pun bingung apa yang diucapkan oleh keluarganya. Ia membalasnya dengan senyuman yang memiliki jutaan makna.

Hari baru telah tiba, semua terasa asing bagi muldi, mulai dari lingkungan sampai aktivitas yang ia lakukan. seiring dengan mengalirnya waktu sama halnya mengalirnya air, ia mulai bersatu dengan lingkungan sekitar. nyawa baru telah ia dapatkan di kota ini. Surat pertama diantarkan oleh pak pos untuknya. surat itu dari ibunya yang tersayang. Isi surat itu sangat simple namun menyentuh, Andaikan rembulanku menemaniku dalam kegelapan maka akan mudah melakukan semuanya, akan indah hari-hariku. surat itu begitu singkat namun mempunyai makna yang dalam. Muldi seorang anak yang berusia 6 tahun berusaha memaknai surat dari ibu nya, sambil ia mengeja huruf per huruf. cukup lama ia memaknai sepucuk surat ibunya.

3 Minggu kemudian sepucuk surat telah diterima oleh ibunya, isi suratnya lebih singkat dari surat yang ia buat, Rembulanmu akan kembali dengan membawa berjuta pelangi. Ibunya tersenyum dengan bangga, seolah ia sembuh dari sakitnya.

Sepucuk surat itu membuatnya semakin membaik dari kondisi biasanya. Sampai akhirnya rembulannya pun kembali dan membawa berjuta pelangi. Namun, Ia sangat sedih melihat kondisi ibunya. Tiada hari   yang ia lewati tanpa di samping ibunya. Ayahnya mengambil alih semua pekerjaan ibunya, kini ibunya tak bisa apa-apa selain berbaring di tempat tidur yang beralaskan tikar. 

 SEKIAN

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERTANYAAN WAWANCARA ADS/AAS

THOUSANDS QUESTIONS

MEMILIH KAMPUS UNTUK APLIKASI BEASISWA ADS/AAS