Mba’ Indah dan Kutipan itu



Saya ‘ingin sekali menceritakan mengenai kampung halamanku di khalayak umum, mengabdi , meningnkatkan mutu pendidikan, dan  menumbuhkan jiwa kreativitas anak mudah, cita-cita saya’. sangat sederhana kedengarannya, namun memiliki nilai sosial, pengabdian yang tak ternilai. Kutipan di kalimat diatas selalu saya tulis di dinding-dinding bangunan yang menjulang tinggi dengan harapan suatu saat akan ada yang membacanya, entah itu siapa orangnya. Tidak lupa saya menulis nama kampungku di pojok kanan bawah kutipan diatas ‘BONTOBANGUN’ beserta nama saya.
Keluar rumah bukan hal yang biasa bagi saya, tidak sama halnya dengan remaja lain yang semaunya saja keluar rumah, namun saya selangkah keluar dari pintu rumahku, Mba’ indah pasti memarahi saya, bukan karena Mba’ indah galak dan mengintimidasi saya, namun karena dia sangat sayang kepada saya. Mungkin karena Mba’ indah takut kalau saya ditabrak mobil, motor, atau kereta.
Tidak banyak bangunan yang saya coret untuk kutipan di atas, hanya bangunan-bangunan yang sempat saja saya singgahi. Bisa dihitung bangunan yang ada kutipan di atas, dan itu juga bisa menandakan kalau cuma sedemikian kalilah saya keluar rumah.
Saya keluar rumah ketika mba indah ke pasar sentral, pantai losari, tanjung bayang, dan pantai samalona. Nah disitulah saya punya waktu untuk menuliskan kutipan diatas. Tak lupa saya membawa spidol (marker).
Mba indah sangat mengkhawatirkanku ketika saya keluar rumah seorang diri, padahal umurku bukan anak-anak lagi yang di bawah lima tahun. Namun, konon saya dengar cerita dari ayah dan ibuku, mba’ indah trauma setiap melihat saya. Wadduhh, kok bisa ma?, jawab mama saya, panjang ceritanya nak, besok dilanjutin ceritanya udah malam.
Lebih parahnya lagi, ibu diam saja melihat saya dilarang-larang keluar oleh mba’ indah, bahkan mba’ indah pun bela-belain memanggil guru home schooling ke rumah. Saya semakin penasaran dengan tingkah mba’ indah kepadaku, tak sabar menunggu malam demi mendapat jawaban yang tepat dari mama mengenai alasan mba’ indah melarang-larang saya ke luar rumah seorang diri.
Ten ten ten, pukul 8 malam, seperti biasa, mba’ indah udah tidur, waktunya saya ke kamar mama, berharap ada jawaban. Malam ini mama yang ke kamrmu nak, sergap mama saya dari pintu. Oh iye, nga’ pa-pa ma’?, mengenai yang kemarin alasan mba’ indah melarang-larang kamu keluar rumah itu karena mba’ indah takut sendiri di rumah pada saat siang hari. Kok bisa ma’? tanyaku menyergap. Entahlah nak, jawab ibu sesederhana mungkin. Lalu mama menambah, ada lagi nan yang mau dicerita? Ada ma’ mengenai kutipan ini ma’ (sambil menjulurkan sehelai kertas ke mamaku)
Kembali lagi ke kutipan itu, saya menceritakan kutipan itu kepada mama saya, saya menceritakan panjang lebar kutipan itu, tiba-tiba air mata mama ku menetes, Tanya saya, kok mama nangis sih, klw mama nangis Nan takut ma’, kan kata ibu guru jangan buat air mata ibu mu menetes, Nan takut berdosa ma’ (sambil kuusap air mata mamaku). Mama nangis bukan karena sedih nan, tapi mama terharu cita-cita sangat mulia.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERTANYAAN WAWANCARA ADS/AAS

THOUSANDS QUESTIONS

MEMILIH KAMPUS UNTUK APLIKASI BEASISWA ADS/AAS